JURNAL KEPERAWATAN EFEKTIFITAS PERBEDAAN ABSORPSI AIR SUSU IBU DAN PENGGANTI AIR SUSU IBU YANG DIBERIKAN SECARA ENTERAL TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DI RSU BANYUMAS

blogger templates

Penulis : Elfira Awalia Rahmawati1, Haryatiningsih Purwandari1, Saryono1
Keywords: breast milk, breast milk replacement, low birth weight baby, absorption 







Jurnal Penelitian | JURNAL KEPERAWATAN EFEKTIFITAS PERBEDAAN ABSORPSI AIR SUSU IBU DAN PENGGANTI AIR SUSU IBU YANG DIBERIKAN SECARA ENTERAL TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DI RSU BANYUMAS | Kebutuhan nutrisi berubah selama masa anak-anak tergantung pada rata-rata pertumbuhan organ tubuhnya. Mereka juga mengalami perubahan yang besar sesuai dengan jenis kelamin, maturitas, aktifitas fisik, dan tubuhnya. Nutrisi dibutuhkan selama periode pertumbuhan tergantung dari status nutrisi anak saat itu. Kesehatan umum anak dapat dilihat dengan persentase pertumbuhan yang merupakan indikasi terbaik dari status nutrisi. Pertumbuhan anak yang sehat merupakan aset bangsa dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas (Kempe, 1982). 

Peningkatan kualitas SDM harus dimulai sejak dini saat janin dalam kandungan, masa bayi, balita, anak-anak sampai dewasa. Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan gizi-gizi yang bernilai tinggi, yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak,memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Utami, 2001). 

Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar dapat diberikan secara benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah dengan menyusui secara dini, teratur, dan eksklusif. Oleh karena itu salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai anak berumur 6 (enam) bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 (dua) tahun. Sehubungan dengan hal tersebut telah ditetapkan dengan Kepmenkes RI NO. 450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif pada bayi Indonesia (Soetjiningsih, 1997). 

Pemberian ASI di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya. Upaya meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi khususnya ASI eksklusif masih dirasa kurang. Dari data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002, didapati data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yaitu 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-5 bulan. Yang lebih memprihatinkan, 13% bayi dibawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan. Rendahnya pemberian ASI eksklusif menjadi pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita (Sidi, 2003). 

Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil dan melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif. Dari berbagai penelitian menunjukkan banyaknya jumlah penghentian ASI dengan berbagai alasan bervariasi : pada tahun 1982 13%. Menurut Satoto tahun 1979 berjumlah 18,2%, Suganda tahun 1979 48%, di Surabaya tahun 1992 28%. Selain itu gencarnya promosi susu formula dan kebiasaan memberikan makanan/minuman secara dini oleh sebagian masyarakat menjadi pemicu kurang berhasilnya pemberian ASI eksklusif (Utami, 2001). 

Sebagian masyarakat memberikan susu formula sebagai pengganti ASI. Saat ini banyak jenis susu formula yang dikonsumsi oleh masyarakat yang dalam penggunaannya sering tidak memperhatikan indikasi dan prosedur pemberian. Berbagai penelitian mencatat angka kematian bayi yang mendapat susu formula lebih tinggi dibanding dengan bayi yang mendapat ASI. Hal ini terjadi sebagai akibat dari berbagai penyakit yang lebih sering menyertai bayi yang minum susu formula daripada bayi yang minum ASI. Penyakit yang lebih prevalensi pada bayi dengan susu formula adalah diare dan alergi. Pasien penderita diare, 70-80 % dari penderita ini dibawah lima tahun (± 40 juta kejadian). Kejadian alergi susu sapi bukannya tidak jarang, prevalensinya dilaporkan antara 0,5-1 %. Walaupun 
alergi susu sapi dapat menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 tahun, tetapi gejalanya kadang-kadang berat (Aaby et al., 1994).



0 Response to "JURNAL KEPERAWATAN EFEKTIFITAS PERBEDAAN ABSORPSI AIR SUSU IBU DAN PENGGANTI AIR SUSU IBU YANG DIBERIKAN SECARA ENTERAL TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DI RSU BANYUMAS"

Powered by Blogger.