Penulis : Tri Nugroho
Key Words: fate, challenge-chance, globalization, cornmon welfare, civic
Jurnal Penelitian | JURNAL PENELITIAN MASYARAKAT PETANI DI TENGAH ARUS GLOBALISASI | Krisis multidimensional yang mendera masyarakat Indonesia sejak tahun 1998 belum juga mampu diatasi hingga kini. Jumlah anggota masyarakat petani yang kelaparan,busung lapar, terkena penyakit (berat dan ringan), ter-PHK, tidak mampu menyekolahkan anak, putus asa, dan semakin miskin dan lemah (=semakin bergantung) terus bertambah. Anggota masyarakat petani yang meninggal akibat semua hal tersebut tidak dapat dihitung.
Sementara itu masyarakat petani yang masih mau berjuang hidup selalu berada dalam posisi lemah. Di saat musim tanam, harga-harga benih, pupuk dan obat-obatan melambung tinggi. Di saat musim panen, harga jual hasil pertanian merosot tajam. Akibatnya, mereka nyaris tidak mendapatkan keuntungan yang berarti untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Hasil panenan cukup untuk hidup saja sudah bagus.
Tenaga yang telah dikeluarkan oleh masyarakat petani seolah tidak berharga. Jika mereka menginginkan harga yang baik, mereka harus dapat menahan hasil penenannya selama beberapa bulan di gudang. Persoalannya adalah mereka tidak memiliki sarana dan prasarana yang baik untuk menyimpan hasil penenannya.
Akibatnya, mereka harus selalu menjual hasil panenan segera setelah panen. Harga hasil panenan yang dijual di saat barang melimpah tentunya akan rendah. Apa boleh buat. Ini lah kenyataan hidup masyarakat petani. Mereka selalu saja tidak dapat memilih. Sementara itu, kehidupan para kaki tangan para pemilik modal (uang), seperti: "tengkulak", pengepul, pedagang, calo, pemilik alat transportasi hasil pertanian, pemilik gudang, seringkali jauh lebih baik.
Kondisi hidup masyarakat petani seperti itu telah berlangsung lama. Meski zaman telah berganti, dari orde lama. ke orde baru dan kini orde reformasi, meski pimpinan negara datang silih berganti, meski berbagai kebijakan telah diperbaharui, ternyata kehidupan masyarakat petani tidak banyak berubah. Kehidupan mereka masih sarat dengan kemiskinan, penderitaan dan ketergantungan. Di era globalisasi, yang ditandai dengan pasar bebas, kehidupan masyarakat petani justru semakin terpuruk.
Membanjirnya gula, beras, buah-buah import yang jauh lebih murah, misalnya, menyebabkan kehidupan masyarakat petani semakin terpuruk. Apakah ini nasib masyara-kat petani di tengah arus globalisasi? Apakah nasib itu harus mereka terima sebagai sesuatu yang tidak dapat diubah? Itu lah masalah-nya. Untuk menjawab permasalahan itu, pertama, akan dipelajari tantangan-tantangan riil yang dihadapi masyarakat petani. Kedua, akan dipelajari peluang dan harapan baru yang muncul dalam arus globalisasi, sehingga dari titik peluang ini memakai konsep dan tolok ukur ekonomi sistem pasar.
Jadi "adanya" manusia sebagai manusia ekonomi mempunyai implikasi pada cara pandang economicus pula. Kedua, prinsip ekonomi sistem pasar juga digunakan sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi berbagai langkah individu atau kebijakan pemerintah suatu negara. Keberada-an manusia dan cara pandangnya yang ekonomis itu kemudian melahirkan' etika economicus. (B. Herry Priyono, 2003a: 47-84) Norma atau ukuran yang akan digunakan untuk menilai individu atau kebijakan-kebijakan pemerin-tah adalah sistem pasar bebas.
Penekanan manusia sebagai makhluk ekonomi yang sangat individual secara perlahan mengesampingkan kesejahteraan bersama dan menggantinya dengan akumulasi kekayaan individual (Bdk.Davis P. Levine, 2001). Di sini terjadi penggusuran arena hidup sosial dengan urusan individual.
Silahkan Download Disini : JURNAL PENELITIAN MASYARAKAT PETANI DI TENGAH ARUS GLOBALISASI
0 Response to "JURNAL PENELITIAN MASYARAKAT PETANI DI TENGAH ARUS GLOBALISASI"
Post a Comment